on Sang Musafir

Catch Hold Of Sang Musafir Constructed By Mohamad Sobary Distributed As Print

on Sang Musafir

selese d baca . !!! Buku ini terbit tanggalAgustus, tapi sudah bisa dipesan melalui sitelinkwww, inibuku. com Aku ndak ngerti kenapa buku ini diletakkan rak obralribu di Gramedia, Percayalah, buku ini bagus banget, serasa aku benarbenar ada saat si penulis menceritakan iniitu.
Tidak dibuatbuat, asli Satu kata, 'terpesona',

Sebuah karya dari budayawan, Pak Mohamad Sobary,

Banyak kata/kalimat yang saya kutip lantaran mengandung makna yang sangat dalam, Bahkan mungkin hampir seluruh kata yang ada di dalam buku ini sarat makna, Saking banyaknya, saya sampai kewalahan dibuatnya karena apa yang disampaikan di dalam buku ini penuh dengan pembelajaran, perenungan, dan pemahaman yang kompleks,

Seperti dipereteli satu per satu sampai ke akarnya, Tentang jiwa, diri, juga satu kesatuan tentang makna dan arti hidup, bukan hanya yang bersifat duniawi, tapi juga persoalan tentang tujuan akhir yang abadi.


Terima kasih sudah menulis ini, Buku yang sangat bagus dan bergizi, Melalui novel 'Sang Musafir', saya temukan banyak berlian, Buku yang ini juga ilang, : Lumayan, tapi sebagai novel memang buku ini termasuk baru, . . sebagai novel otobiografi tentunya.

Sebuah pencarian yang oleh penulisnya digambarkan sebagai pencarian ke dalam diri tapi dilakukannya dengan keluar dan pencarian pada hal yang tidak mustahil lewat kemustahilan.
Walau bukan dimaksudkan sebagai versi Mite Sisifus ala Wong mBantul, buku ini juga berbincang tentang absurditas, Apakah idealisme yang dibangung itu sendiri merupakan sebuah bentuk lain dari ego yang seharusnya diperangi

Sobary bukanlah Camus yang mengulas abusurditas via Sisyphe Myth, Sobari lebih suka mengulasnya lewat tembang anak desa.
Bab awal yang agak berat, terbayar dengan cerita anak desa dengan sawah dan wejangan orang tua, Desa adalah rumah ketika lelah datang mendera,

Kepenatan dan kepusingan juga seharusnya tidak ada dalam membaca buku ini, Karena toh, bila dibandingkan dengan buku lainnya, masih ada tema yang berat dan mengawan dari Sobari, Yang ini jelas lebih berpijak pada narasi anak desa yang bergulat di kota, Bapak saya memiliki novel ini, lengkap dengan tanda tangan pengarangnya di halaman pertama, Beliau berkata bahwa beliau memperoleh buku ini langsung dari pengarangnya pada saat acara launching novel Sang Musafir ini, Wow Suatu
Catch Hold Of Sang Musafir Constructed By Mohamad Sobary Distributed As Print
hari, saya menyempatkan diri untuk membacanya, Akan tetapi, belum ada niat untuk menyelesaikannya sampai sekarang, Dari hasil proses membaca saya yang sekilas itu, dapat saya simpulkan bahwa novel ini bercerita tentang pengembaraan seseorang, Saya belum bisa mengatakan novel ini bagus atau tidak karena belum membacanya secara keseluruhan, Mungkin suatu saat saya akan menyelesaikan membaca novel ini, penokohannya agak rumit ya. . saya menebak, apa tokoh yang disebut sebagai "musafir" ini adalah Mohammad Sobary sendiri, atau tokoh "fiksi", . tetapi masih dilanjutkan bacanya sih, . : Luapan curhat yang mendalam dari Sobarytentang hariharinya bekerja untuk Kantor Berita Antara, dan yang membuatnya merindukan gua kecilnya yang nyaman dan bersahaja di LIPI.
Konon dia sudah tiga kali merevisi "kemarahannya" ini, sebelum akhirnya meloloskan draf final yang sudah sangat "watered down", Tak terbayang bagaimana pekatnya draf pertama oleh kegondokan yang sudah terpendam lama, Thankfully, this was therapeutic for him,

Yang saya kagumi sejak dulu dari Sobary adalah renungannya yang mendalam, meskipun saya bukan Muslim, But it's a universal language, Kita menghilangkan batasbatas agama, dan mata dan hati hanya tertuju pada kebesaran Tuhan Yang Mahakuasa, Bacalah dengan nikmat bab ketika Sobary duduk merenung di tengah malam, di halaman belakang rumahnya, ketika seorang manusia duduk diam mendengarkan suarasuara yang paling lirih, yang mustahil terdengar pada siang hari di tengah kota yang hirukpikuk.


Saya sangat tersanjung membaca proof buku ini sebelum diterbitkan, Awaiting eagerly for your next book, Kang, Duh, gak tahu kenapa agak bingung juga baca tulisan pak Sobary di Sang Musafir, entah mengapa butuh pemahaman yang agak lama terhadap apa yang ditulis, belum pengulanganpengulangan yang sedikit membosankan, tapi akhirnya selesai juga baca buku ini, meski perlu energi yang lebih.
. . fuiiih!

Eiiiiiiiiiittttt . jangan salah banyak pelajaran hidup dibuku ini terutama hasil perenunganperenungan dalam diamnya Pak Sobary, Terlebih dalam kehidupan birokrasi dan berkeluarga tapi yang utama dalam bersosialisasi dengan berbagai macam orang dari berbagai kalangan, mau atas ataupun bawahan, . . Good as a Role Model, . . at the end no regret to read this book, Hidup seperti sebuah perjalanan. Setiap manusia yang lahir di dunia ini, kita mengucapkan selamat bagi mereka, Dan bagi yang meninggal dunia, kita mengucapkan selamat jalan, sebab mereka sedang melanjutkan perjalanan kita, dan kita akan bertemu kelak di suatu perhentian.


Berapa lama kita telah berjalan Apa saja yang kita lihat dan dapat selama dalam perjalanan Adakah suka dan duka Adakah membawa kearifan dan kebijaksanaan Seorang musafir senantiasa percaya bahwa setiap rute perjalanan adalah proses pembelajaran, walau itu saja kadang tidaklah cukup.


Novel ini adalah tulisan Mochamad Sobary yang dikumpulkan sehingga kepingan tersebut menjadi suatu perjalanan, Masa kecil yang indah, mimpi untuk meraih citacita, Merantau ke kota meninggalkan kampung halaman tercinta Memimpin suatu lembaga yang seperi gerobak kelebihan beban dan proses pencarian Tuhan dalam segisegi kehidupan,

melihat Pengalamannya memimpin lembaga kantor berita negeri ini menjadi gambaran bagi kita betapa sulitnya mengatur birokrasi, Ia mengalami dilema antara melakukan perubahan, menjadi agent of change, dengan karakter dan watak orangorang lama di dalamnya, Seperti pejabat negara pada umumnya, ia kadang terlibat halhal yang tidak punya dampak langsung pada perbaikan organisasi, seperti menghadiri makan malam dengan orangorang penting negeri ini, bertemu dengan Dubes dan sebagainya.
Sementara itu, ia harus memikirkan mengenai keuangan lembaganya yang ia nilai tidak efisien,

Berbagai kepenatan dan kejenuhan dalam kesibukan, akhirnya ke rumah ia berpulang, Ia sangat menyukai berkumpul dengan keluarga, Ia sering meminta adikadiknya untuk berkumpul di rumah dinasnya, Ia senang suasana kampung dibawa ke rumahnya, namun ia sendiri memilih menyendiri di kamar lain, mendengar dari kamar celotehan adikadiknya dan saudara iparnya.


Novel ini sarat dengan spritualisme, Kelihatan sekali Sobary sangat dipengaruhi oleh ajaran guru agama dan meniru teladan orangtuanya, dan itu ia terapkan dalam menjalani hidupnya seperti musafir itu.
Dan perjalanan masih berlanjut .

awalnya agak bete karena isinya tentang politik, tapi lamalama asik juga,

ini tentang kehidupan pribadi m, sobary waktu beliau jadi ketua di kantor berita ANTARA, . .
politik, sosial, religius,mmmm, . . perpaduan yang menarikkk . Dalam novel ini Sobary bicara soal “absurditas”, Baginya, dunia sosial memiliki struktur yang tampak teratur, polapolanya mudah dibaca, aturanaturannya jelas, seperti dalam birokrasi kantor, tapi jalan hidup manusia tak selalu setia pada garis yang ditentukan struktur sosial.


Ada garis hidup yang tak terbaca mata dan hati kita, tapi berkuasa dan sangat menentukan, Dan itu yang baginya selalu menjadi kejutankejutan kecil yang keindahannya tak mudah dimengerti, Tak mengherankan ia pun selalu bertanya dan memperoleh jawaban yang lebih merupakan pertanyaanpertanyaan baru yang membuatnya makin penasaran,

Inilah pertanyaan Sobary: Aku mungkin hanya musafir iseng tak punya tujuan Apa yang kucari Aku terpenjara oleh kantor, oleh keluarga, oleh orangtua dan mertua, oleh istri dan anakanak.
Tapi siapa bilang aku tak terpenjara oleh nafsuku sendiri, dan kecenderungankecenderungan sok mengejar apa yang abadi, tapi tak sadar telah kandas di atas segala yang fana Penulis yang jalinan katanya selalu memikat hati, buku ini mengajak kita untuk mendalami arti suatu kehidupan yang kita jalani, kita pun di ajak pula untuk bertanya tentang diri kita siapa dan untuk apa kita hidup! Aku tak terlalu suka dengan buku ini.


. Bab awal buku nampak seperti memoar,
. Penggunakan sudut pandang orang pertama tapi kok serba tahu, terutama bagian mengenai penjelasan pekerjaan, orangorang disekitarnya, kehidupan masa lalu, semuanya penuh dengan pengetahuan pasti tanpa memberikan ruang untuk keraguan.

. Konflik yang tidak jelas. Bab awal merupakan konflik dalam diri si tokoh aku dan idealismenya dengan realita di lapangan, lalu tibatiba mengabur dan melantur ke berbagai hal yang tak jelas benang merahnya.

. Pamernya terlalu berlebihan.

Namun bukan berarti buku ini tak berisi petuah atau pelajaran yang bisa diambil, hanya cara penyampaiannya saja yang tak sesuai seleraku.
Mohamad Sobary punya resep sendiri untuk membuat pembaca bukunya baca : saya merasa nyaman untuk terus menerus mengajukan pertanyaan kepada diri sendiri, Merenung, menimbang, lalu berlanjut dengan melemparkan pertanyaan berikutnya, Tak banyak buku yang membuat saya seperti itu,

Tak banyak pula buku yang membuat saya bolakbalik menempel kertas kecil warnawarni di banyak halamannya, sebagai penanda kalimatkalimat yang kena buat saya.
Kena di sini tak hanya berarti saya setuju dengan apa yang ditulis Sobary, tapi bisa juga berarti saya kena tendangan pisang, kena sindir dengan pelan tapi tepat sasaran.


Ini buku kedua karya Mohamad Sobary yang saya baca, Buku pertamanya yang saya baca adalah Kidung, hadiah ulang tahun dari sahabat saya, Intinya, Kidung membuat saya ketagihan mencari buku lain karya Mohamad Sobary, Ketagihan yang hampir sama dengan ketagihan yang saya rasakan pada cerpencerpen karya Gunawan Maryanto, Ketagihan semacam ini membuat pencarian menjadi mendebarkan, Untunglah saya tak lupa singgah di toko buku Taman Ismail Marzuki, Di sana saya temukan Sang Musafir,

Sang Musafir adalah kisah tentang pergulatan tokoh Aku yang mendapat mandat untuk menjadi pemimpin umum dan pemimpin redaksi kantor berita milik pemerintah.
Dalam buku ini, tokoh Aku bicara banyak hal, mulai tentang masa kecilnya, Tuhan, keluarga, rasa bahagianya ketika bekerja di “rumah kebebasan” Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI, hingga upayanya untuk menghadapi “politik kantor” di tempat tugas barunya.
Ujian yang dihadapinya di kantor baru tak menggoyahkan tekadnya untuk bekerja dengan baik, dengan lurus, sesuai kata nuraninya,

Dalam buku ini, Mohamad Sobary seperti sedang bicara dengan dirinya sendiri tentang apa yang dia rasakan ketika menjadi pemimpin, Hal yang sama juga saya dapati ketika membaca novel Kidung yang menceritakan masa kepemimpinan Mohamad Sobary di Partnership, Dua buku ini semacam otobiografi bergaya novel, Kalimatnya mengalir lancar, menghanyutkan, kaya pengalaman,

Bagi mereka yang akan atau ingin jadi pemimpin untuk orang lain, dua buku tersebut bisa jadi pilihan bacaan, Kalimatkalimatnya memang tak sebombastis bukubuku motivasi, tapi kesederhanaannya justru membawa perenungan, Saya mengenal Mohamad Sobary sebagai esais dan penulis kolom yang oke, Ia rutin menjadi salah satu pengisi asalusul Kompas Minggu, juga sering menulis artikelartikel lepas yang menarik di media cetak yang mikir seperti Tempo dan Editor alm hingga majalah yang ringan seperti JakartaJakarta dan Hai.
Sebuah kumpulan esainya yang dibukukan, Kang Sejo Melihat Tuhan, membuat saya terpesona karena kelucuannya dan juga, terutama, karena kejeliannya memotret kisahkisah kehidupan bersahaja dan sosoksosok rakyat kecil dan menggali kebijaksanaan dari mereka.
Ketika mendengar Sobary meluncurkan novel Sang Musafir bulan Agustus lalu kontan saya bertanya dalam hati, adakah novelnya itu semenarik tulisantulisan pendeknya selama ini Pertanyaan saya itu terjawab usai saya merampungkan novel itu tadi malam.


Melihat strukturnya, Sang Musafir absah sebagai novel, Ia dibuka dengan mukadimah, disusul denganbab isi dan sebuah epilog, Menyimak keseluruhan isinya kita akan mendapati sbuah perjalanan hidup narator dari masa kanakkanak saat ia tinggal di desa, beranjak dewasa dan merantau ke kota, hingga usia tua dan menetap di ibu kota.
Membaca beberapa bab awal, pembaca mungkin akan segera menarik kesimpulan bahwa novel ini adalah semacam otobiografi dari penulisnya sendiri, yaitu Sobary, dan itu beralasan sebab peristiwaperistiwa yang dimunculkan sepertinya adalah rekaman fakta perjalanan hidup Sobary sendiri.


Menuliskan kisah hidup sendiri dalam sebuah otobiografi jelas tak gampang, kalau tak berhatihati, bisa saja penulis akan tergelincir menjadi narsis atau mengunggulkan diri sendiri.
Rupanya Sobary sadar sepenuhnya akan hal itu dan sepanjang novel ia tampak matimatian berusaha tidak sampai menjadi jumawa, Hal ini terlihat misalnya saat ia menceritakan keberhasilan sang tokoh utama menyelamatkan kantor berita milik pemerintah yang dipimpinnya dari ambang kebangkrutan, Kantor berita ini, seperti lembagalembaga pemerintah lainnya, secara administrasi bobrok dan menderita penyakit keuangan yang serius, namun perlahan mampu bangkit setelah gebrakangebrakan yang dilakukan nakhoda baru/sang tokoh.


Seperti dalam esaiesainya, dalam Sang Musafir Sobary kerap mengambil referensi pewayangan dan filosofi Jawa, Beruntung ia selalu meletakkan dua hal itu ke dalam konteks cerita sehingga pembaca yang asing dengan halhal tersebut tak akan menemui kesulitan pemahaman.
Terjemahan Indonesia yang selalu disertakan pada kosakata bahasa Jawa juga sangat membantu,

Pembaca yang berharap akan menemukan penghiburan dalam novel ini mungkin akan sedikit kecewa, Saya juga agak heran dengan betapa minim humor dalam Sang Musafir, sesuatu yang biasa saya temukan bertebaran dalam kumpulan esainya, Namun bukan berarti novel ini jelek, tidak sama sekali, Pengalaman sang tokoh berjibaku membenahi kantor yang dipimpinnya bisa menjadi peta bagi pembaca untuk mengetahui berbagai aspek permasalahan lembaga birokrasi sekaligus upaya pembenahannya.
Perjalanan rohani sang tokoh juga dapat menjadi cermin betapa perjalanan rohani manusia itu berlikuliku dan tak berkesudahan hingga manusia menghadap Sang Khalik,

Hingga hari ini, ibaratnya aku terus berjalan menuruti gerak nuraniku, untuk tahu aku ini sebenarnya seperti apa, dan kelak hasilnya akan tampil dalam sosok pribadi macam apa.
Aku tukang potret yang sedang memotret diriku sendiri dan belum bisa menyerahkan hasilnya, Banyak hal yang belum terlalu jelas dalam hidup,

Satu paragraf yang saya kutip dari Babdi atas kiranya dengan sangat baik menjelaskan keseluruhan novel ini, bahwasanya meski otobiografi ini telah selesai ditulis, apa yang tertuang dalam novel ini hanyalah beberapa keping dari pengalaman hidup sang penulis.
Apabila diibaratkan Sobary membuat potret diri, novel ini adalah sekadar hasil sementara dari ikhtiarnya menangkap perjalanan hidupnya, Sementara itu potret/hasil jadinya belumlah ada karena, seperti yang ia akui, ia masih terus berproses, menjalani hidup yang seringkali belum terlalu jelas, dan belum sampai ke titik akhir.
.