
Title | : | Rengganis: Altitude 3088 |
Author | : | |
Rating | : | |
ISBN | : | - |
ISBN-10 | : | 9786021614266 |
Language | : | Indonesian |
Format Type | : | Paperback |
Number of Pages | : | 232 |
Publication | : | First published August 1, 2014 |
Petualangan mereka digambarkan sangat detail dari tempat ke tempat dalam rute pendakian tersebut.
Gunung Argopuro sendiri memiliki keindahan lanskap alam yang memukau, memiliki belasan sabana luas, hutan hujan tropis, padang bunga edelweiss, dan tiga puncak gunung. Terdapat bekas landasan pacu di salah satu sabana terluas di Argopuro yang merupakan unfinished project Belanda.
Juga tersimpan misteri Dewi Rengganis, seorang putri keturunan Majapahit yang tinggal di istana yang dibangun di salah satu puncak. Masih terdapat sisa-sisa bangunan, taman, dan arca peninggalan kerajaan tersebut. Kedelapan anak muda ini melewatkan petualangan yang seru dan berhikmah di gunung tersebut. Keindahan alam, kemisteriusan sejarah, persahabatan, dan cinta.
Rengganis: Altitude 3088 Reviews
-
Dari awal hingga akhir halaman, novel ini bercerita tentang pendakian. Seru, saya terus penasaran dan menyelesaikan novel ini dalam satu hari. Sesuatu yang jarang sekali saya lakukan :)
-
‘Dia baru saja menyelinap keluar. Terbangun oleh gemerisik angin yang menabrak-nabrak tenda. Dua lapis jaket membungkus tubuhnya. Saru jaket polar dan satu jaket parka gunung. Asap menguar dari mulutnya saat dia menghembuskan napas. Tak ada seorang manusia lain pun yang terlihat. Seluruh penghuni kerajaan sang dewi telah tertidur.
Sendirian dia menikmati sunyi yang menggigil itu. Telaga yang bercahaya dinaungi perbukitan yang menawan. Bulan sabit yang ramah ditemani ratusan gemintang.
Pandangannya lusur ke depan. Kemudian, tiba-tiba saja tatapannya berujadi tajam. Sangat tajam. Menatap lekat sesuatu. Atau lebih dari satu.
Lantas.. Perlahan-lahan dia berjalan meninggalkan tenda. Meninggalkan teman-temannya yang tertidur di dalam. Menjejaki rumput basah dalam langkah-langkah pasti. Dermaga tua itu tujuannya. Terus berjalan ke sana tanpa bantuan senter, bahkan tanpa alas kaki. Mendekati tarikan magnet bercahaya. Memanggil-manggilnya dengan suara tak biasa.
Rengganis, pentas apa sebenarnya yang tengah dilangsungkan?
Hingga pagi datang, anak muda itu tak pernah kembali lagi ke tenda....’
•
“Leave nothing but footprint, take nothing but picture, kill nothing but ego,” Fathur mengumandangkan slogan pendaki sambil mengacungkan sebelah tangannya.
“Bukannya kill nothing but time?” Nisa mencoba meralat.
“Kuimprovisasi aja, Nis. Kayaknya bagusan membunuh ego daripada membunuh waktu. Hehe...” jawab Fathur.
•
•
Selesai dalam sekali duduk. Cukup menarik. Saat membaca prolognya—yang kutulis di atas—aku semakin tertarik untuk segera melahapnya hingga habis. Bakal seru nech, pikirku. Dan, taraaaa... Aku sukaaaak.
Ini kedua kalinya aku membaca karya Azzura Dayana. Dulu, aku pernah baca karyanya yang berjudul ‘Tahta Mahameru‘. Aku juga suka sama novel tersebut. Hanya saja, ada sedikit bagian, yang menjadi konflik; konflik keluarga, di novel tersebut, yang tidak aku suka. Menurutku sedikit berlebihan. Tapi, secara keseluruhan, ‘Tahta Mahameru’ kereeen.
Nah, kali ini, penulis hanya fokus mengisahkan perjalanan para Tokoh saat naik gunung hingga turun gunung. Di sini, penulis mengambil Gunung Argopuro sebagai latarnya. Di mana.. nama tempat, bentang alam yang disuguhkan.. bahkan trek-nya pun, dideskripsikan dengan baik oleh penulis. Benar-benar tergambar dengan jelas.
Pembaca seolah benar-benar diajak untuk mengikuti alur pendakian yang dilalui para Tokoh. Pas baca, aku bayangin trek-nya, berasa ikutan ngos-ngosan. Keinget pas waktu mendaki di Gunung Penangunggan dan Gunung Pundak.
Walau tak setinggi Argopuro, dan treknya nggak sesusah Argopuro. Tetap saja butuh perjuangan untuk nyampe atas. Ngos-ngosan banget waktu itu, hehe. Apalagi Gunung Argopuro ya.. Duuh.. pastinya dibutuhkan perjuangan lebih extra lagi.
Oh, ya.. Di novel ini, selain penggambaran latar-nya yang begitu detail. Penulis juga mendeskripsikan persiapan sebelum pendakiaan. Dari peralatan, hingga logistik yang diperlukan dalam mendaki gunung, dijelaskan dalam novel ini.
Jadi pembaca yang masih awam dengan dunia pendakian. Bisa memperoleh info dari novel ini tentang dunia ke-pendakian. Barang kali saja, diantara kalian ada yang tertarik untuk mendaki.
Dan, buat kalian yang sudah memiliki pengalaman mendaki, yang kebetulan belum pernah mendaki Gunung Argopuro.. dan ingin sekali mendaki ke sana.. novel ini pas banget buat kalian jadiin referensi. Karena di sini, kalian bisa memperoleh info detail tentang jalur pendakian Gunung Argopuro.
Oke, buat kalian yang penasaran dengan perjalan ke-delapan Tokoh; Dewo, Fathur, Rafli, Dimas, Acil, Ajeng, Nisa dan Sonia.. Kalian bisa langsung aja baca novel ‘Rengganis Altitude 3088’ karya Azzura Dayana ini.
Sengaja memang, nggak aku ulas sedikit pun tentang perjalan ke-delapan Tokoh dalam novel ini. Agar kalian penasaran dan baca sendiri. Dan, biar kalian tahu sendiri.. seperti apa lika-liku dan serunya perjalan yang dialami para Tokoh.
Yang jelas novel ini menarik banget untuk dinikmati. Apa lagi buat kalian yang suka dengan tema petualangan, khususnya mendaki... Novel ini cocok banget buat kalian nikmati.
Dan untuk kalian yang udah pernah mendaki Gunung Argopuro, novel ini bisa menjadi media nostalgia buat kalian. Siapa tahu habis baca, kalian jadi kangen Argopuro dan pingin balik kesana lagi.... 😊
Selamat membaca.. dan selamat berpetualang di Gunung Argopuro... 😉 -
Kegiatan mendaki gunung kini menjadi hobi yang banyak diminati. Sensasi sebuah pendakian bisa dirasakan melalui tulisan-tulisan yang mudah diakses, yang tersebar di blog, note fb, dan media sosial lain serta dilengkapi foto-foto menawan. Begitu pula acara-acara televisi yang menampilkan tayangan liputan sebuah perjalanan pendakian gunung. Maka tak ayal, keindahan sebuah gunung bisa tervisualisasikan lebih nyata.
Novel “Rengganis-Altitude 3088” karya Azzura Dayana, adalah salah satu contoh novel yang memperlihatkan bagaimana lika-liku sebuah perjalanan pendakian. Dikisahkan tentang sekelompok anak muda yang merencanakan pendakian ke Pegunungan Hyang. Mereka, lima laki-laki dan tiga perempuan, berkumpul di Surabaya, berkeinginan sama, yaitu menjejak Puncak Rengganis. Mereka adalah Acil, Dewo, Fathur, Dimas, Rafli, Sonia, Nisa, dan Ajeng. Sebagai guide adalah Acil yang paling paham medan, sedangkan yang ditunjuk menjadi pemimpin adalah Dewo.
Selanjutnya diceritakan bagaimana proses perjalanan menuju Puncak Rengganis hingga kembalinya. Saat berangkat, kedelapannya merupakan tim yang solid. Bahu membahu, seia sekata. Namun dalam perjalanannya, friksi-friksi tak dapat dihindarkan. Rafli beberapa kali tidak sependapat dengan Dewo. Keduanya berselisih, bahkan pernah hingga sama-sama naik pitam. Untunglah yang lain bisa melerai. Namun ketegangan-ketegangan itu tak urung menimbulkan suasana tidak enak. Rafli yang ada rasa pada Sonia, secara refleks selalu ingin menjadi pelindung Sonia. Keputusan Dewo yang dirasanya tidak berpihak pada Sonia akan ditentangnya keras.
Dalam novel ini, pembaca dimanjakan oleh deskripsi setting yang sangat detil dan menarik. Keindahan alam selama perjalanan menuju Puncak Rengganis dibentangkan nyata. Keelokan hamparan sabana, jalur yang terjal dan menantang, deretan pinus yang kaku menjulang, juga hewan-hewan liar yang ditemui sepanjang jalan. Sungai Cikasur adalah salah satu kesederhanaan yang indah di bumi Argopuro. Sebuah sungai kecil beralur panjang dan sempit dengan airnya yang bersih dan jernih serta mengalir cukup deras. Suara gemuruh yang diciptakan oleh aliran air sungai, entah mengapa jadi terdengar merdu di telinga. Banyak tumbuhan selada air di sungai itu yang selalu dimanfaatkan pendaki untuk dimasak sebagai sayuran hangat. Tepian kiri dan kanan sungai dipenuhi rerumputan rumput tebal bernuansa hijau dan campuran antara putih dan coklat. Sungguh eksotik. (halaman 47).
Selain kecantikan alam yang menyenangkan mata, diceritakan juga sisi historis jejak peninggalan istana putri Raja Majapahit, Dewi Rengganis. Cerita tersebut beredar dalam berbagai versi. Mengapa Prabu Brawijaya membangunkan sebuah istana di puncak gunung yang indah itu, terdapat beberapa alasan yang entah mana yang paling benar. Legenda tersebut pun masih mengandung misteri. Terutama pada bagian menghilangnya sang Dewi serta para dayangnya, di sebuah danau. Konon katanya, sang dewi ini bukan seorang wanita biasa. Dia adalah seorang pertapa yang memiliki ilmu kanuragan, hal yang lumrah dan tenar dalam kehidupan masa lalu di zaman kerajaan. (halaman 41)
Maka, hal yang beraroma mistis turut mewarnai perjalanan mereka. Keanehan-keanehan terjadi. Puncaknya ketika salah seorang dari tim ini raib, pergi entah ke mana. Pada saat yang kritis itu, kekompakan dan kerjasama tim sangat menentukan. Bagaimana jika pulang tanpa jumlah yang lengkap seperti saat kedatangan?
Namun kemistisan suatu tempat bukan hal yang perlu dibesar-besarkan. Pendaki kita mengajarkan tentang ini. Tidak selalu terjadi hal yang seperti itu pada para pendaki. Hanya beberapa saja yang pernah mengalami beberapa keganjilan. Aku pun sebenarnya ingin sekali tidak percaya, tapi ... entahlah. Alam gaib memang ada. Tugas kita hanyalah berhati-hati dan menjaga iman kita, kata Fathur. (halaman 220)
Perjalanan sebuah pendakian bukan sekadar petualangan yang seru dan mengasyikkan. Alam adalah guru yang mengajarkan banyak hal. Kita harus peka dan cerdas mencermatinya. Bagaimana seharusnya kita memperlakukan alam ditunjukkan oleh kedelapan pendaki ini. Leave nothing but footprint, take nothing but picture, kill nothing but ego (Hal. 208) Menjelang kepulangan, mereka melakukan operasi semut, membersihkan sampah-sampah. Kantung-kantung plastik besar berisi sampah dibawa turun untuk dibuang di beberapa tempat sampah yang mereka lewati di tepi jalan.
Pengetahuan-pengetahuan seputar pendakian yang hadir dalam novel ini pun akan menambah wawasan pembaca. Dalam keadaan darurat, semisal kehabisan makanan, dapat memanfaatkan tumbuhan dan dedaunan yang ternyata banyak sekali yang bisa dimakan. Namun harus diperhatikan karena ada tumbuhan beracun. Salah satu cara mengetahuinya dengan menggosokkan daun tersebut ke tangan. Bila tidak terasa gatal, berarti aman. Lalu pilih yang tumbuhan atau batangnya tidak berbulu.
“Berarti sebenarnya alam ini sangat memanjakan kebutuhan kita, ya?”
“Asal kita pandai memilih, menjaga, dan memanfaatkannya.”
“Selalu ada keringanan untuk setiap beban. Selalu tersedia solusi untuk setiap masalah dan musibah. Alam juga seperti itu sifatnya.” (halaman 216)
Tak ada gading yang tak retak, demikian pun buku ini. Pada bagian awal, ritmenya agak terasa membosankan karena cerita masih datar dan belum tampak konflik yang menggigit. Beranjak ke bagian tengah barulah terasa gejolaknya, dan mengikat pembaca untuk tidak melepas buku ini sebelum selesai hingga akhir. Terlalu banyaknya tokoh juga kurang memperlihatkan perwatakan yang kuat. Penjelasan tentang tokoh di halaman akhir buku, justru terasa mengganggu. Tentu akan lebih menawan bila gambaran tokoh tersebut hadir menapasi jalan cerita.
Anyway, buku ini sangat layak direkomendasikan. Di tengah gencarnya gempuran bacaan beraroma vulgar bagi pembaca usia muda, maka buku ini hadir bak oase di tengah gurun. Bahasanya santun dengan diksi yang apik. Sisi romansa di dalamnya tidak terlalu ditonjolkan namun tetap terasa manisnya. Ditambah dengan pengetahuan-pengetahuan yang akan membuka wawasan pembaca.
Selamat bertualang bersama buku ini dan menemukan kearifan di dalamnya. -
Ini novel ketiga tentang naik gunung yang saya baca, setelah sebelumnya membaca Takhta Mahameru karya Azzura Dayana juga. Yang membedakannya dengan Takhta Mahameru yang notabene lebih tebal, Rengganis yang cuma 230 halaman ini murni mengisahkan perjalanan naik gunung hingga turun gunung, berikut lika-liku yang dialami para tokohnya selama petualangan itu. Saya yang awam dunia "mendaki gunung" jadi tahu cara-cara bagaimana biar bisa survive di gunung melalui novel ini. Rengganis dihadirkan cukup manis, tentang mitos salah satu putri kerajaan Majapahit yang melingkupi Argopuro. Ikut dalam perjalanan tokoh-tokohnya kemudian ada rasa yang menegangkan, mendebarkan, dan aroma mistis yang ikut meruap.
Meskipun sebenarnya saya jauh lebih suka Takhta Mahameru, novel tentang mendaki gunung-nya Azzura Dayana kali ini pun juga well-written.
Hanya saja, saya kurang sreg dengan deskripsi mengenai tokoh-tokohnya yang justru diletakkan di akhir, bukan di halaman awal. Saya kira, dengan meletakkannya di awal, pembaca akan lebih mudah mengimajinasikan tokoh2 selama alur cerita seperti yang penulis harapkan. :) -
Bertualang Menapak Jejak Reruntuhan Istana Dewi Rengganis
Oleh Sam Edy Yuswanto*
Judul Buku: Rengganis: Altitude 3088
Penulis: Azzura Dayana
Penerbit: Indiva Media Kreasi
Cetakan: I, Agustus 2014
Tebal dan ukuran: 232 halaman, 20 cm.
ISBN: 978-602-1614-26-6
Harga Buku: Rp. 46.000,-
Maha Indah Dia yang hadirkan ini….
Sejuta edelweiss dan bentangan sayap merak
Belasan sabana hijau saling rangkai
Sungai-sungai murni yang mengalir
Sampai ke hati
Deretan kata-kata indah yang mewarnai sampul novel “Rengganis: Altitude 3088” ibarat sebuah mantra yang mampu menghipnotis sekaligus membuat penasaran pembaca untuk bersegera membaca lembar demi lembar novel berlatar puncak Gunung Argopuro di Jawa Timur yang memiliki ketinggian 3.088 meter di atas permukaan laut dengan pesona keindahannya yang sukses memanjakan indra penglihatan para pendaki.
Mensyukuri karunia kenikmatan Tuhan adalah sebuah keniscayaan bagi setiap umat manusia. Tentu, ada banyak cara yang dapat ditempuh untuk mensyukuri beragam nikmat dan kekuasaan-Nya yang Mahaluas dan tak bertepi. Salah satunya adalah dengan traveling, bertualang menikmati pemandangan alam di berbagai penjuru dunia ini. Safiya Hussain dalam buku Happiness Every Day menjelaskan tentang manfaat mengunjungi tempat-tempat wisata dalam rangka mensyukuri nikmat Tuhan. Dalam buku tersebut Safiya menjelaskan, bahwa dengan berwisata, pikiran kita akan terasa lebih segar, lebih berenergi, dan suasana hati kita akan lebih baik dari sebelumnya. Allah sendiri telah menitahkan kita untuk bepergian menyaksikan kemahabesaran-Nya. Dia berfirman, “Katakanlah: ‘Berjalanlah di muka bumi…’ (Q.S. Al-An’am ayat 11).
Dalam novel ini, Azzura Dayana berkisah tentang petualangan delapan anak manusia yang terdiri dari lima pemuda dan tiga pemudi, menikmati keindahan puncak Argopuro, sebuah gunung dengan trek terpanjang di Pulau Jawa sekaligus gunung yang terkenal keangkerannya. Dibutuhkan waktu lebih lama ketika kita ingin melakukan pendakian ke puncak Argopuro dibandingkan pendakian ke gunung-gunung lainnya. Setelah menyiapkan berbagai bekal dan perlengkapan pendakian, mereka pun bersepakat akan melakukan petualangan seru tersebut selama lima hari. Dimulai dari pendakian menuju Cisentor, kemping di Rawa Embik, summit attack ke tiga puncak di Argopuro, menuju pos di Taman Hidup, dan terakhir menuju Desa Bermi (halaman 23).
Di balik keindahan Gunung Argopuro, ternyata tersimpan kisah penuh misteri tentang sosok Dewi Rengganis dan istana kediamannya. Jika dilihat dari asal-usulnya saja, nama Argopuro terdiri dari dua suku kata; argo dan puro. Argo artinya gunung atau ketinggian. Puro artinya pura atau istana (hal 125). Banyak sekali versi yang menuturkan asal mula sosok perempuan yang konon memiliki kecantikan tiada tara itu. Salah satu versi menyebutkan, Dewi Rengganis termasuk salah seorang putri dari Prabu Brawijaya, raja terakhir Kerajaan Majapahit. Ia terlahir dari rahim seorang selir yang tak diinginkan keberadaannya. Maka, setelah Dewi Rengganis dewasa, ia bersama para pengikut setianya melarikan diri ke Gunung Argopuro dan mendirikan istana di sana (hal 40-41). Dan masih banyak versi lain tentang siapa sebenarnya sosok Dewi Rengganis yang di akhir cerita dikabarkan hilang secara misterius bersama keenam dayang-dayangnya. Terlepas benar atau tidaknya cerita berbau mistis tersebut, akan tetapi di sekitar puncak Argopuro ditemukan sisa-sisa arca, tembok istana, kamar-kamar persegi, lantai batu berundak, gapura taman, tangga, dan lumpang batu yang selalu berisi air (hal 136). Bahkan di daerah Cikasur ditemukan sisa-sisa lapangan udara yang menjadi tempat landasan pesawat terbang yang dibangun Belanda pada zaman kolonial dulu. Menurut cerita yang beredar, konon saat pembangunan landasan tersebut tengah berlangsung, Belanda keburu bertekuk lutut pada Jepang (hal 62).
Petualangan seru lima pemuda (Fathur, Dimas, Rafli, Dewo, Acil) dan tiga pemudi (Sonia, Nisa, Ajeng) menjelajahi Gunung Argopuro pun segera dimulai. Acil didaulat sebagai guide tim, alasannya karena ia sudah hafal medan. Sebelumnya ia sudah pernah mendaki Gunung Argopuro dua kali. Sementara Dewo, yang dikenal teman-temannya sebagai petualang sejati, didaulat menjadi pimpinan tim tersebut. Mengendarai mobil angkutan sewaan, mereka berdelapan menempuh jarak dari Terminal Besuki menuju Desa Baderan. Setiba di sana, mereka segera mengurus surat perizinan pendakian di kantor KSDA (Konservasi Sumber Daya Alam).
Beragam kejadian seru pun mewarnai pendakian mereka menuju puncak Argopuro. Misalnya, ketika tiba di Sungai Cikasur, mereka langsung disuguhi panorama alami yang begitu memikat dan memanjakan mata. Sungai Cikasur adalah salah satu kesederhanaan yang indah di bumi Argopuro. Sebuah sungai kecil beralur panjang dan sempit, dengan airnya yang bersih dan jernih serta mengalir cukup deras. Banyak tumbuhan selada air di sungai ini yang dapat dimanfaatkan oleh para pendaki untuk dimasak sebagai sayuran hangat. Sementara di tepian kiri dan kanan sungai dipenuhi rerimbunan rumput tebal bernuansa hijau dan campuran antara putih dan cokelat (hal 47).
Di daerah Cikasur itulah, mereka mendirikan beberapa tenda untuk rehat sejenak. Rencananya, esok pagi mereka akan menikmati keindahan sunrise dan mengabadikannya melalui kamera masing-masing. Meski memiliki sabana luas dan indah, namun ternyata Cikasur bukanlah daerah yang cukup aman dan diwarnai cerita-cerita mistis dari para pendaki yang pernah mengalami hal-hal aneh di luar nalar selama berada di sana. Sonia dan Rafli, misalnya. Mereka berdua mengalami kejadian menyeramkan hingga membuat mereka susah tidur selama di Cikasur. Tengah malam, Rafli terjaga dari lelapnya saat mendengar banyak derap langkah kaki di luar tenda, sementara tenda mendadak bergoyang-goyang (hal 69-70).
Hal ganjil dan mistis lainnya terus mewarnai perjalanan mereka. Sonia, satu-satunya gadis yang belum berjilbab dan memiliki sedikit ‘kelebihan’, misalnya. Ia merasa kerap dibuntuti seseorang selama pendakian. Alur cerita makin terasa menegangkan, misalnya ketika Dewo terperosok hingga terluka cukup parah dan nyaris jatuh ke jurang. Kepanikan kian bertambah saat Acil, pria bertubuh mungil tapi pemberani itu tiba-tiba diserang dua ekor babi berukuran besar sementara teman-teman lainnya sedang berada di tempat berbeda. Puncaknya, ketika Rafli, satu-satunya pria perokok dalam tim tersebut, mengalami kejadian aneh dan menghilang secara misterius sehingga membuat ketujuh temannya panik bukan kepalang.
Apakah Rafli dapat ditemukan dengan selamat? Berhasilkah Acil memenangkan pertarungan dengan dua babi besar yang mengamuk tanpa ampun? Temukan jawabannya di dalam novel karya penulis kelahiran Palembang ini.
Sarat Hikmah
Berbagai kejadian, baik suka maupun duka, yang mewarnai petualangan trek delapan anak manusia menuju Gunung Argopuro, meninggalkan banyak sekali hikmah. Jika merunut pada definisi, hikmah adalah sebuah kebijaksanaan yang datangnya dari Allah agar dijadikan sebagai bahan perenungan dan pembelajaran bagi umat manusia. Dalam hadits riwayat Tirmidzi, Rasulullah bersabda, “Hikmah adalah barang yang hilang milik orang beriman. Di mana saja ia menemukannya, maka ambillah”.
Setidaknya ada empat hikmah yang dapat dipetik oleh pembaca dalam novel ini. Pertama, kekompakan. Dalam sebuah tim, kekompakan adalah hal yang harus diprioritaskan. Tanpa adanya kekompakan, sehebat apapun sebuah tim, tentu mereka akan sulit menghadapi perbedaan dan berbagai ujian yang datang tiba-tiba. Kedua, mengedepankan berpikir positif. Misalnya, ketika mengalami hal-hal yang tak diinginkan selama pendakian, maka hal yang harus diprioritaskan adalah berusaha berpikir positif, tenang dan fokus, seraya mencari jalan keluarnya bersama.
Ketiga, meyakini bahwa Allah selalu bersama kita dalam tiap situasi dan kondisi. Misalnya, ketika mereka mengalami hal-hal ganjil di luar nalar, hal yang harus dilakukan adalah segera mengembalikan semuanya kepada-Nya. Hal gaib memang ada meski tak kasat mata. Tugas kita adalah berhati-hati seraya berusaha menjaga keimanan dari hal-hal yang dapat menyebabkan syirik. Keempat, konsisten beribadah. Sebagai seorang muslim, menjauhi segala larangan dan menaati segala perintah-Nya adalah sebuah keniscayaan. Dalam novel ini, penulis menyampaikan ‘pesan penting’ kepada tokoh-tokohnya agar senantiasa konsisten beribadah (menunaikan shalat) dalam kondisi apa pun. Misalnya, saat cuaca terasa sangat dingin, mereka tetap berusaha menunaikan shalat meski harus mengganti wudhu dengan tayamum.
Melalui novel ini, Azzura Dayana juga mengajak pembaca agar senantiasa mencintai dan menjaga lingkungan. Jangan sampai kita melakukan aksi kejahatan terhadap lingkungan sekitar, misalnya buang sampah sembarangan. Sayangnya, masih banyak para pendaki di negeri ini yang mengaku cinta terhadap alam tapi nyatanya mereka tak dapat memahami arti cinta itu sendiri. Mereka dengan seenaknya mencorat-coret bebatuan dan permukaan dataran kapur, lantas membuang sampah di sungai dan berbagai titik lokasi pendakian.
Kelebihan dan Kekurangan
Dalam sebuah karya, tentu ada kelebihan sekaligus kekurangannya. Begitu juga dengan novel ini. Tentang keunggulan novel ini, menurut saya, Azzura Dayana cukup piawai memaparkan setting lokasi secara mendetail, sehingga pembaca seolah tengah dibawa menuju tempat-tempat eksotis yang dilalui para tokoh dalam novel ini.
Sementara kekurangannya antara lain ada pada pemaparan karakter setiap tokohnya yang kurang begitu kuat. Menurut saya, akan lebih menarik dan mengaduk-aduk emosi pembaca jika penulis mengungkap sisi kehidupan para tokoh di sela-sela cerita. Selain itu, masih ada beberapa kata yang kurang sesuai dengan EYD dan pengeditan yang kurang maksimal. Misalnya, kata ‘cokelat’ kadang ditulis ‘coklat’ (hal 47, 83, 191, 192 dan 226) dan ‘cokelat’ (hal 73). Kemudian, kata ‘mengunyah’ ditulis ‘menguyah’ (hal 75), dan kata ‘celetuk’ ditulis ‘celutuk’ (hal 107).
Akhirnya tak ada gading yang tak retak. Tak ada manusia sempurna di dunia ini. Terlepas dari segala kekurangan, namun novel ini layak diapresiasi dan dapat dijadikan sebagai bacaan fiksi islami bermutu yang sarat hikmah, manfaat, dan pembelajaran hidup. Selamat membaca.
*** -
Menyusuri Jejak Dewi Rengganis dalam Cerita Pendakian
Perjalanan selalu membuahkan banyak cerita. Tentang hal-hal yang ditemui sepanjang jalan atau tentang teman yang menyertai kita dalam perjalanan tersebut. Terlebih jika perjalanan yang ditempuh melalui medan yang tak biasa. Alam yang masih jarang disentuh oleh manusia, tumbuhan yang tumbuh alami di hutan, hewan liar yang masih banyak berkeliaran, juga alam gaib yang tak bisa kita sangkal keberadaannya. Hal itulah yang dialami oleh delapan anak manusia dalam perjalanan mereka menjelajahi Argopuro. Sebuah kawasan yang menyimpan misteri tentang puteri Majapahit bernama Dewi Rengganis.
Perjalanan lima pemuda (Dimas, Dewo, Fathur, Rafli, dan Acil) dan tiga pemudi (Ajeng, Nisa, dan Sonia) dimulai dari Terminal Bungurasih Surabaya yang menjadi titik pertemuan mereka. Dari situlah mereka bertolak menuju Probolinggu dan kemudian menuju Baderan, titik awal pendakian mereka. Perjalanan awal para pendaki itu sudah penuh dengan tantangan. Mereka dihadang oleh ribuan pacet, cacing dan ulat sebelum pemberhentian pertama di satu tempat yang bernama Mata Air Pertama.
Dari Mata Air Pertama perjalanan terus berlanjut ke Alun-alun kecil, Alun-alun Besar, Cikasur, Cisentur, Rawa Embik hingga ke Puncak Rengganis. Banyak cerita yang tercipta dalam perjalanan tersebut, informasi tentang daerah-daerah di Argopuro pun disisipkan.dalam dialog di antara tokoh-tokoh di dalam novel ini. Argopuro adalah trek terpanjang di Pulau Jawa. Dewo dan teman-temannya merencanakan lima hari perjalanan untuk pendakian gunung tersebut.
Kawasan Gunung Arguporo sering dikaitkan dengan cerita tentang Dewi Rengganis. Informasi tentang Dewi Rengganis ini masih simpang siur, ada banyak cerita yang tak utuh dan simpang siur, tapi tetap menarik untuk disimak. Ada yang menyebut Dewi Rengganis adalah salah satu selir Prabu Brawijaya, Raja Majapahit di era terakhir, namun ada juga yang menyebut kalau Dewi Rengganis adalah puteri dan Prabu Brawijaya dan selirnya.
Dewi Rengganis mempunyai istana di puncak gunung Argopuro. Tentang latar belakang mengapa istana ada di puncak gunung pun masih simpang siur. Ada yang menyebut bahwa sang putrid ingin mengasingkan diri, ada juga yang mengatakan kalau Prabu Brawijaya ingin memanjakan sang puteri, tapi kabar lain juga menyebutkan kalau Dewi Rengganis sengaja diasingkan ke puncak gunung karena diramalkan takhta kerajaan akan jatuh ke tangannya. Apapun cerita di balik itu semua, membangun istana di puncak gunung adalah sesuatu yang membuat kita berdecak kagum. Apalagi hal itu dilakukan di masa lampau.
Separuh cerita di novel ini hanya bercerita tentang perjalanan dan dialog tokoh-tokoh di dalamnya. Konflik baru timbul saat mereka di Puncak Rengganis. Acil yang mejadi guide perjalanan mereka turun dari puncak dan kembali ke basecamp di Rawa Embik. Hal itu membuat Sonia gelisah hingga ia bersikeras untuk menyusul Acil ke Rawa Embik. Perbedaan pendapat antara Dewo yang menghalangi niat Sonia dan Rafli yang mendukung Sonia pun tak dapat dihindari. Hal ini lah yanv kemudian membuat hubungan antara Dewo dan Rafli menjadi meruncing. Nyatanya, firasat Sonia benar adanya. Terjadi sesuatu dengan Acil yang membuat rencana perjalanan mereka berubah dan para pendaki itu pun harus mempercepat perjalanan mereka untuk sampai ke titik finish pendakian.
Namun, perjalanan tak sepenuhnya berjalan lancar. Suatu kejadian yang besar menghadang perjalanan mereka. Pemandangan sunrise yang indah pun menjadi tak berarti apa-apa. Seseorang di antara mereka ‘melihat’ pentas yang tengah dilangsungkan oleh Sang Dewi.
Rengganis adalah novel yang berkisah tentang pendakian ke wilayah Argopuro. Dari awal cerita sudah bisa dirasakan betapa penulisnya sangat mengetahui detail jalur pendakian. Ibaratnya kita harus belok kiri atau kanan, diceritakan detail di novel ini. Jika ingin mendaki Argopuro, novel ini layak dijadikan panduan.
Informasi tentang kawasan Argopuro juga menambah wawasan buat pembaca. Saya yang awalnya tidak tahu menjadi tahu dalam banyak hal. Tentang Putri Rengganis, tentang kawasan pendakian terpanjang di pulau Jawa, informasi tentang gunung yang paling sulit di daki di Indonesia, dan banyak lagi.
Tak lupa beberapa tips untuk.mendaki gunung pun dibeberkan di novel ini. Penjelasan tentang pendakian gunung ada dalam dialog dan narasi. Lewat novel ini saya kaget sendiri mendapati banyaknya logistik yang harus dibawa tim pendaki. Hal jni disebutkan di halaman 21, ada rincian tentang logistik yang mereka bawa di antaranya ulekan kayu, sayur-sayuran dan buah-buahan pun diikutsertakan dalam pendakian. Sempat terpikir di benak saya, mengapa tidak membawa abon, mie instant atau rendang saja? Kan lebih praktis tinggal dilahap.
Keheranan saya terjawab di halaman 85 di mana salah satu tokoh bernama Dewo berkata, “Beginilah perihal memasak dan menyiapkan menu dalam pendakian yang seharusnya, Son. Bukan hal sederhana atau harus diremehkan. Semakin lama waktu tempuh pendakian atau semakin berat trek yang akan dilalui, asupan makanan yang dibutuhkan tubuh tidak main-main. Kalau pendaki hanya mengandalkan makan mi instan saja setiap hari, bisa berakibat menurunnya daya tahan tubuh.” Apa yang disampaikan Dewo ini menambah wawasan saya tentang pendakian gunung.
Nilai-nilai keislaman pun menyusup dengan cantik di novel ini. Seperti para pendaki yang diceritakan tidak meninggalkan shalat mereka, juga tentang nilai keislaman yang disampaikan secara tersirat pada hal mengangkat pemimpin. Dalam hadist disebutkan Jika tiga orang berada dalam suatu perjalanan maka hendaklah mereka mengangkat salah seorang dari mereka sebagai pemimpin. (HR Abu Dawud). Dan di novel ini titah Nabi disisipkan dengan cantik dalam sebuah dialog.
“Siapa nih yang mau cari carteran?”
“Gimana kalau ketua ekspedisi ini aja?” usul Fathur sambil meregangkan tulang-tulang pundaknya.
“Memang ketuanya siapa, sih?” Dewo balik tanya ke Fathur.
“Ah, lagakmu itu, lho, Wo, kayak baru pertama nge-trip aja. Mana mungkin ekspedisi besar gini tanpa pucuk pimpinan?” (Halaman 16-17)
Sayangnya keseruan perjalanan para pendaki ini tidak membuat saya melebur dalam tokoh-tokohnya. Latar belakang kehidupan tokoh-tokoh di dalamnya tidak diceritakan. Hal itu membuat kedekatan pembaca dengan tokoh tidak terjalin sejak awal cerita sehingga di awal penyajian cerita terasa membosankan. Untunglah dalam novel ini prolog yang disajikan sangat menjanjikan dan membuat penasaran, hal itulah yang membuat saya betah membacanya.
Karakter-karakter dalam tokoh baru bisa dikenali setelah melewati pertengahan cerita. Tetapi latar belakang mereka tetap terasa gelap buat pembaca. Hal yang mengejutkan ternyata penjelasan tentang tokoh justru ada di bagian akhir cerita. Mengapa tidak ditaruh di depan? Sebagai saran, ada baiknya melibatkan satu dua cerita tentang kehidupan tokoh di dalamnya untuk menambah konflik dan keterikatan emosi dengan pembaca.
Walaupun begitu, Rengganis tetap sebuah karya yang layak diacungkan jempol. Membacanya pembaca mendapatkan wawasan yang banyak. Tentang Arguporo, tentang Dewi Rengganis, tentang kerajaan Majapahit, tentang trik dan tips selama pendakian, juga tentang alam gaib.
***
Judul : Rengganis (Altitude 3088)
Penulis : Azzura Dayana
Penyunting Bahasa : Mastris Radyamas
Penerbit : Indiva
Tahun Terbit : Cetakan Pertama, Agustus 2014
ISBN : 978-602-1614-26-6
Tebal Buku & Ukuran : 232 Halaman. ; 20 cm
Harga Buku : Rp. 46.000,-
http://www.hairiyanti.com/2015/12/men... -
Penulis :
+Azzura Dayana
Penyunting Bahasa:
Mastris Radyamas
Penata Letak :
Puji Lestari
Desain Sampul :
Andhi Rasydan
Ilustrator :
Naafi Nur Rahma
Cetakan Pertama,
Syawal 1435 H./ Agustus 2014
Penerbit
+Indiva Media Kreasi
232 hlm.; 20 cm
ISBN : 978-602-1614-26-6
***
Catatan Dalam Perjalanan
Maaf untuk pihak-pihak yang berhubungan dengan buku ini bahwa aku sangat-sangat kecewa begitu kelar membaca buku ini.
Boleh berprasangka namun tidak bisa mangkir jika harus dibenci [Eh?] tapi aku yakin,kok,, penulis dan penerbit buku ini cukup legawa dengan pendapat orang... Ehm.. Ehm...
Bukan soal penilaian tentang buku ini karena nyadar dan terus mengingat tujuan review pada blog ini kubuat. Nama blog atmijoen sudah mewakili niatanku.
Kecewa ini oleh sebab pemikiranku sendiri... pinginnya mencari buku pendamping untuk fokus pada pembuatan cerita rakyat di lomba itu, lho... Jika buku masih tersegel maka acuan aku untuk mengetahui isi buku ini adalah judul dan sinopsisnya. Nah, aku excited dengan judul dan sinopsis yang tertulis di belakang buku ini... Aku berharap cerita Rengganis mengajariku cara menyemai kata-kata dalam proyek tulisanku tersebut...
Lembar demi lembar coba kubaca sembari dengerin kajian Nuzulul Qur'an, menanti pembagian jaburan usai tadarus bersama. Eh?... aku lupa menamatkan buku ini selama Ramadhan atau sehabis lebaran ya?
Kubolak-balik lagi, apakah ada yang masih terlewat dan tak menemukan yang kucari selain tentang catatan demi catatan tentang perjalanan mendaki puncak Rengganis.
Ternyata Rengganis adalah nama tujuan dalam pendakian tersebut. Sekelumit kisah mengenai asal-muasal dinamakan Rengganis cukup membuat aku semakin penasaran.
Ada untungnya juga, sih.. karena bahan cerita yang akan kubuat juga amat sedikit. Lewat novel ini aku jadi memikirkan cara menjawab rasa penasaranku tersebut lewat kisah yang akan kubuat nantinya...
Akhirnya, aku membuka serial Api Di Bukit Menoreh lagi dan menjadikannya sebagai buku pendamping...
سبهانلله dari tumpukan buku serial itu malah kutemukan struk pembelian buku ini yang sempat menghilang. Wis manut aja kalau syarat lomba review, salah satunya novel ini, adanya struk atau upload foto mejeng sama buku yang di-review sebagai tanda bukti kepemilikan. Dan aku memilih melampirkan struk..
Oh, my الله tidak ada pelajaran yang sia-sia. Sudah sepantasnya aku bersyukur karenanya... @_@
Sebenarnya aku tertarik dengan judul 'Takhta Mahameru : Altitude 3676'.
Apalagi ada tag bahwa itu merupakan pemenang lomba novel Republika. Kirain novel ini dengan judul yang sama dan dicetak ulang. Diliatin sampul dan penerbitnya, kok ternyata beda! Untuk kali kedua aku kecewa. Ini murni karena akunya yang kurang teliti tuh.. angka 3676 dengan 3088 ya jelas beda lhah ya.. *tepok jidat*
Mungkin, pemberian judul yang berbeda namun seragam untuk novel-novelnya mbak Azzura Dayana mempunyai arti khusus.
Jadi pembelajaran buatku soal branding yang disebut-sebut senior dalam manajemen pemasaran. Mulai peduli dengan apa yang ditampilkan dan tujuan akhirnya yang bagiku tidak sekedar kocek di saku *o*
Bicara tentang altitude dimana aku memahaminya sebagai ketinggian atau puncak [top of mind].
Jadi inget Versi young readers untuk judul 'Amira and Three Cup Tea' yang memulai kisah tentang pendakian. Greg Mortenson, penulisnya, mengenal penduduk Korphe wilayah Pakistan tanpa sengaja karena salah menjejaki jalan menuju pulang ke rombongannya dari pendakian yang gagal dari Puncak K2. Rangkaian Pegunungan Karakoram di Himalaya.
Pingin meng-update juga review buku itu yang masih berupa endapan draft.
Juga kata-kata seorang artis papan atas, si AgMo, yang menyebut kepuasan mencapai puncak dan ingin puncak-puncak yang lain. Sebagai aktris sukses. Karier nyanyi Agnes Monica juga sangat diperhitungkan. Ditambah iklan yang memilihnya sebagai brand ambassador makin mengukuhkan pencitraan dirinya. Konon, beritanya tengah merintis sebagai manajer bagi keponakannya... Sayang, belum terlihat ia akan memasuki jenjang berikutnya dalam ranah kehidupan pribadinya. Yang lebih muda dan bergelar dokter, yang dikenal dengan sapaan 'Cii.. Luk.. Ba.. Maissy sudah memasuki gerbang pernikahan.
'Rating jadi tuhan dan penonton adalah rajanya' begitu sebagian ungkapan Joshua menanggapi teman-teman artisnya yang sama-sama merintis sedari usia belia telah mengukir prestasi di bidang selain dunia hiburan.
Puncak bagiku bukan pencapaian tetapi ujian. Apa aku tidak ingin?
Iya, manusiawi jika aku ingin tapi sampai saat ini malah berupaya membangun anak tangga agar bisa leluasa naik dan turun dan merintis jalan kemanapun yang ingin kutuju[*halah] Itulah sebagai gambaran yang tidak ingin kubuat buram hanya karena belum berhasil mencapai puncak. Seperti pepatah bijak yang kudengar di MQ Pagi:
'Kemanfaatan itu bukan apa yang didapatkan tapi apa yang telah kita lakukan!'
Sungguh, kata-kata itu menguatkan tekad untuk melakukan sesuatu setidaknya untuk diriku sendiri dan sekaligus menentramkan hatiku yang kadang silau dengan apa yang telah diraih teman-teman sekitar. Toh, apa yang kumiliki lebih dari yang aku pinta dan semuanya tak boleh terlupa untuk selalu kusyukuri ^_^
Dan altitude 3088 yang di judul, ternyata bukan puncak Rengganis yang berada di ketinggian 3. 075 meter di Atas permukaan laut. Puncak tertingginya di 3.088 di Atas permukaan laut yang sebenarnya bernama Argapura.
Pegunungan Yang Timur, di Baderan
Pengulas sebelumnya kukira setuju kalau novel ini layaknya nota perjalanan. Penulis mengawali kisahnya di Terminal Bungurasih, Surabaya. Dimana kedelapan pendaki bersepakat menjadi satu tim pendakian.
Fathur, Dewo, Dimas, dan Nisa adalah empat sekawan ditambah Rafli, Ajeng, Acil, dan Sonia.
Mereka mengambil rute awal dari Baderan.
Konflik baru terkembang di pertengahan dengan kejutan seorang Sonia yang ternyata indigo mendadak ingin berbalik arah kembali ke basecamp menyusul Acil. Rafli yang sedari mula memberi perhatian lebih padanya ikut memanasi suasana. Sementara Dewo selaku pimpinan tim berupaya bersikap kooperatif dengan meminta kejelasan mengenai alasan penolakan Sonia mengikuti summit attack ke Arca, puncak terakhir dalam pendakian tersebut. Dan Sonia tidak sanggup memberikannya alasan.
Deskripsi mengenai sinopsis di cover belakang terurai pada bagian selanjutnya.
Jadi tahu seluk beluk pendakian lewat novel ini.
Bahwa Tim pendakian itu musti ijin dulu ke Resort KSDA [Konservasi Sumber Daya Alam]. Setiap personel punya perlengkapan hiking yang memadai seperti jaket parka yang fungsinya mampu mengatasi suhu ekstrim dilengkapi jaket polar. Sleeping bag, tramontina yang ternyata alat masak. Terus sepatu gunung plus gaiter... yang ditulis di novel geiter [kambing gunung] dari hasil gugling diketahui fungsinya sebagai pelindung kaki dari gangguan pacet.
Kisah dalam novel ini menyindirku sebagai 'Cah Nggunung' yang sekalipun belum pernah muncak.
Kalau masalah jalan kaki sih nggak kalah sama olahragawati ^_^ tapi kuakui belum pernah mendaki meski pingin banget... Merbabu dan Merapi merupakan bagian dari pemandangan kota kecilku. Malu juga dengan siasat jalan mundur atau posisi merangkak untuk mengatasi kelelahan ketika jalan menanjak. Itulah.. muncak seperti kisah dalam novel ini yang kuharapkan. Jadi enggak asal muncak.
*** -
Judul : Rengganis (Altitude 3088)
Penulis : Azzura Dayana
Penyunting Bahasa : Mastris Radyamas
Penerbit : Indiva
Tahun Terbit : Cetakan Pertama, Agustus 2014
ISBN : 978-602-1614-26-6
Tebal Buku dan Ukuran : 232 Halaman. ; 20 cm
Harga Buku : Rp. 46.000,-
Perjalanan selalu membawa sebuah pelajaran. Apalagi dalam sebuah pendakian. Di perjalanan akan bertemu banyak rintangan dan ujian. Ada ujian kekompakan tim. Rintangan kondisi alam. Bahkan jika persiapan tidak matang, pendakian akan terseok-seok dan menjadi beban bagi pesertanya.
Novel ini menceritakan sebuah pertualangan delapan anak muda. Mereka melakukan pendakian di Argopuro. Berawal dari empat sahabat lama, Fathur, Dewo, Dimas dan Nisa bersepakat untuk melakukan pendakian. Perjalanan semakin ramai dengan ikutnya Rafli, Acil, Ajeng dan Sonia. Totalnya ada delapan peserta pendakian menuju Argopuro. Acil diangkat menjadi guide tim karena sudah hapal medan dan Fathur sebagai asistennya.
Rengganis Altitude 3088 menceritakan tentang kehidupan anak muda yang suka mendaki. Mulai dari perjananan dengan bis, angkot tua, ongkos seratus ribu rupiah lebih sedikit, hingga jarak dari Terminal Besuki ke Desa Banderan dijelaskan. Informasi ini menjadi sebuah panduan bagi pendaki yang baru pertama kali mendaki ke Argopuro (Hal 19).
Persiapan sebelum mendaki diceritakan secara detail. Dimulai dengan belanja makanan untuk menu selama lima hari. Lalu, perlengkapan tim yang ditulis lengkap poin-poin di selembar kertas dan dicek satu per satu. Bahkan bekal fotokopi KTP anggota tim juga disebutkan (Hal 21).
Pada awalnya, novel ini membuat pembaca ikut serta dalam pendakian. Terpapar secara detail keindahan suasana Rawa Embik, Sabana Lonceng, Cikasur, hingga kemegahan reruntuhan istana Dewi Rengganis yang penuh mistis.
“Ini kisah menarik di Argopuro yang belum terungkap secara jelas, Jeng. Tidak ada data ilmiah spesifik tentangnya hingga sekarang. Seorang putri di zaman Kerajaan Majapahit yang mengasingkan dirinya ke Argopuro bersama sepasukan pengawa; dan dayang-dayang kerajaan. Malangnya, dia kemudian hilang bersama enam orang dayang-dayangnya di gunung itu secara misterius." (Hal 13).
Novel ini juga membahas detail agar pendaki survive, baik mengenai menu dalam pendakian (Hal 85). Memilih jenis tumbuhan dan dedaunan yang bisa dimakan di hutan saat keadaan terdesak (Hal 216), dan spesial makanan di Agropuro yakni, tumbuhan selada air di sungai yang mampu mencegah kanker, melancarkan pencernaan, menghilangkan anemia, mengandung antioksidan, dan lainnya (Hal 217).
Sedangkan konflik dari tokoh dalam novel setebal 230 halaman ini belum tereksplorasi. Dialog keempat sahabat lama masih terkesan kaku dan tidak seperti sahabat yang sering berkomunikasi. Penulis sepertinya sangat berhati-hati menjaga adab pergaulan antar tokoh. Padahal, saat perjalanan yang memakan waktu lebih dari tiga hari, pastilah akan memunculkan konflik batin seseorang. Entah rasa kagum, rasa dihargai, hingga rasa cemburu.
Tapi, di novel ini, tidakterbaca, apa yang menjadi sebab atau tujuan sebenarnya dari pendakian oleh masing-masing tokoh untuk mendaki ke Agropuro. Padahal, dari judul dan cover belakang novel ini membuai pembaca untuk mencari sebab mengapa tokoh mendaki? Apakah untuk mengejar cinta Putri Kerajaan Majahit, Dewi Rengganis? Atau ada konflik pribadi? Misal, penyebab pendakian itu Dimas baru putus dengan kekasihnya atau Nisa memiliki latar keluarga yang berantakan atau Sonia yang mengalami mimpi yang mistis? atau penyebab lainnya.
Pembaca diajak menebak-nebak dari lembar awal hingga akhir misteri reruntuhan istana sang dewi. Sayangnya, sisi romantisme tidak terjadi. Awalnya, saya berpikir salah satu tokoh akan mengalami jatuh cinta di Agropuro, nyatanya tidak. Konflik tajam hanya terjadi saat Dewo terpleset di jurang (Hal 161) atau puncak konfliknya saat Rafli menghilang setelah mengalami pengalaman mistis mengejar bayangan Dewi Rengganis (Hal 219). Tapi, lagi-lagi saya terkecoh, konfliknya tidak tajam, terlalu cepat ditemukan. Padahal emosi saya sudah teraduk-aduk sejak membaca sinopsis di cover belakang. Saya ingin mengetahui misteri Rengganis.
Untungnya, saya yang seorang ibu rumah tangga yang kebetulan lulusan Sarjana Kehutanan, pernah merasakan masuk hutan dan mendaki, saya menjadi terhibur dengan membaca novel ini. Membaca novel ini akan membuat kita terkagum-kagum pada gaya kepenulisan Azzura Dayana seorang penulis yang hobi travelling tertuang dengan sangat indah. Diksinya pas. Kadang puitis, kadang gaul dan sangat runut menuliskan tahapan pendakian. Yana, panggilan akrab penulis begitu detail dalam menggambarkan keindahan di Argopuro. Jarang dijumpai penulis fiksi yang hobi travelling menulis secara detail seperti Yana. Ini memang bukan novel pertama Yana yang berlatar travelling. Yana juga menulis novel Altitude 3676 Takhta Mahameru yang menjadi pemenang dua lomba Novel Republika pada tahun 2012, dan pemenang IBF Awards 2014 untuk kategori fiksi dewasa.
Rengganis termasuk novel filmis. Jika kelak difilmkan, saya yakin kekuatan Rengganis ada pada keindahan alam pendakian dan rasa horor misteri Dewi Rengganis. Kelak, akan menjadi Film horor yang istimewa karena bukan mengumbar penampilan seksi para pemain.
Tokoh dalam novel ini juga mengajarkan kita arti dari sebuah persahabatan dan kebersamaan. Dalam sebuah perjalanan harus ada ketua tim dan menjaga kepercayaan terhadap tugas masing-masing. Novel ini menjadi panduan untuk mendaki ke Argopuro. Pembaca bisa beruntung atau murung setelah membaca novel ini. Beruntung karena mendapat banyak informasi pendakian seakan-akan ikut larut dalam tim pendakian. Murung karena penasaran sosok Dewi Rengganis. Semoga kelak novel ini difilmkan, sehingga sisi misteri Rengganis dapat terekplorasi lebih nyata dan pembaca novel ini menjadi tersenyum lebar. -
Novel ini berkisah tentang pendakian delapan anak muda—lima laki-laki dan tiga perempuan—ke Gunung Argopuro yang adalah gunung dengan trek pendakian terpanjang di Pulau Jawa.
Mereka terdiri dari Dewo, Fathur, Rafli, Mas acil, Dimas, Sonia, Nisa dan Ajeng.
Gunung Argopuro sendiri memiliki keindahan lanskap alam yang memukau. Juga tersimpan misteri Dewi Rengganis, seorang putri keturunan Majapahit yang tinggal di istana yang dibangun di salah satu puncak. Di Argopuru juga masih terdapat sisa-sisa bangunan, taman, dan arca peninggalan kerajaan tersebut.
Perjalanan mereka berdelapan sangat amat seru, petualangan yang banyak melewatkan hal pelajaran serta hikmah baru. Keindahan alam Gunung Argopuro menambah kesan cantik dalam imajinasi pembaca itu sendiri. Bukan hanya tentang perjalanan tapi juga tentang persahabatan, kekeluargaan, serta sejarah.
Bahasanya mudah diterima, trus penggambaran latar Argopuro nya bikin penasaran berasa ikut andil dalam cerita. Tiap bab-nya makin bikin seru gimana perjalanan mereka. Asli berasa ikut naik gunung beneran bacanya. -
Aku udah lupa ceritanya detilnya bagaimana tapi aku baca ini waktu SMP/SMA, tapi kesannya masih terasa, novel ini bagus banget
-
Resensi juga dimuat di blog pribadi saya
http://www.linaastuti.com/2015/09/res...
Dia baru saja menyelinap keluar. Terbangun oleh gemerisik angin yang menabrak-nabrak tenda. Dua lapis jaket membungkus tubuhnya. Satu jaket polar dan satu jaket parka gunung. Tak ada seorang manusia lain pun yang terlihat. Seluruh penghuni kerajaan sang dewi telah tertidur.
Pandangannya lurus ke depan. Kemudian, tiba-tiba saja tatapannya berubah menjadi tajam. Sangat tajam. Menatap lekat sesuatu. Atau lebih dari satu. Perlahan-lahan dia berjalan meninggalkan tenda. Meninggalkan teman-temannya yang tidur di dalam tenda. Menjejaki rerumputan basah dalam langkah-langkah pasti. Dermaga itu tujuannya. Mendekati tarikan magnet bercahaya. Memanggil-manggilnya dengan suara tak biasa.
Rengganis, pentas apa sebenarnya yang tengah dilangsungkan?
Hingga pagi datang, anak muda itu tak pernah kembali lagi ke tenda... (Hal: 6)
Paragraf di atas merupakan prolog sekaligus sinopsis yang disajikan dalam novel Rengganis Altitude 3088. Ditulis dan ditempatkan dengan apik sehingga berhasil membuat pembaca penasaran sekaligus ingin segera menuntaskan bacaannya untuk menjawab misteri di dalamnya.
Novel yang ditulis oleh Azzura Dayana ini berisi tentang perjalanan delapan orang pendaki menyusuri pegunungan Argopuro yang terletak di Probolinggo, Jawa Timur, yang merupakan pegunungan dengan trek terpanjang di pulau Jawa. Uniknya, penulis mengangkat setting gunung yang tidak terlalu populer bila dibandingkan dengan dua gunung yang menghimpit Argopuro, yaitu Gunung Semeru dan Gunung Raung. Hal tersebut sekaligus menjadi upaya penulis untuk mengangkat nama Argopuro yang selama ini memang kurang terkenal, terlebih di kalangan masyarakat yang tidak mencintai kegiatan pendakian.
Ialah Dewo, Fathur, Rafli, Dimas, Acil, Ajeng, Nisa, dan Sonia, delapan orang pendaki yang menjadi tokoh dalam novel ini. Catatan penting dari novel Rengganis adalah tidak adanya tokoh utama yang lebih ditonjolkan oleh penulis. Dari kedelapan tokoh, semuanya memiliki porsi yang sama dalam kisah pendakian tersebut. Penulis memosisikan diri secara netral dalam mengelola tokoh-tokoh di dalam novel ini, namun di sisi lain menimbulkan kesan penokohannya kurang kuat.
Runtutan pendakian dituliskan secara jelas, nama tempat dan kondisi alam maupun treknya pun dideskripsikan dengan cukup baik, sehingga pembaca digiring untuk merasakan alur pendakian yang dialami oleh kedelapan tokoh-tokohnya. Sabana Cikasur, Rawa Embik, Sabana Lonceng, puncak Rengganis, sungai Cisentor, danau Hidup, dan puncak utama Argopuro merupakan tempat-tempat yang Dewo dan kawan-kawannya lalui. Bagi yang pernah mendaki Argopuro, novel ini bisa menjadi media nostalgia pendakian atau bisa sebagai gambaran bagi yang belum pernah ke sana.
“Seolah-olah kita ini sedang berada di antara beberapa mangkuk hijau yang disusun terbalik dan saling didekatkan. Dan sekarang kita sedang berdiri di lereng yang tinggi di salah satu mangkuk, memandangi lereng-lereng tinggi mangkuk-mangkuk lain.” (Hal: 26)
Novel ini memiliki dua ketertarikan sekaligus, yang pertama adalah tentang pendakian dan yang kedua yaitu tentang sejarah. Seandainya penulis bisa lebih bersabar untuk mempertebal novel ini, terutama dalam konteks sejarah maupun mitos tentang Dewi Rengganis, maka bisa menarik dua minat golongan pembaca tersebut.
Adapun konflik dalam novel ini adalah ketika Dewo terperosok ke dalam jurang namun Rafli menunjukkan sikap yang kurang baik. Hingga akhirnya Rafli dinyatakan hilang pagi-pagi saat mereka berkemah di dekat danau Hidup. Novel ini terasa menegangkan ketika mencapai halaman-halaman terakhirnya.
“Leave nothing but footprint, take nothing but picture, kill nothing but ego,” Fathur mengumandangkan slogan pendaki sambil mengacungkan sebelah tangannya dan bergegas melakukan operasi semut. Membersihkan semua sampah yang ada.
“Bukannya kill nothing but time?” Nisa mencoba meralat.
“Kuimprovisasi aja, Nis. Kayaknya lebih bagusan membunuh ego daripada membunuh waktu. Hehe..” (Hal: 208).
Pelajaran-pelajaran berharga tentang pendakian diselipkan dengan cantik di dalam novel ini. Bagaimana mereka melakukan survivel, cara memperlakukan alam, kesetiakawanan, cara mengendalikan diri dan mengolah ego bagi para pendaki. Poin-poin tersebut menjadikan novel ini layak dibaca bagi para pendaki atau calon pendaki. -
Novel Rengganis berhasil dengan sangat baik menyampaikan amanat cerita. Perjalanan mendaki gunung sarat dengan hal-hal mistis. Kepercayaan masyarakat, alam aib juga mahluk halus. Dan Azzura, sebagai novelis yang juga aktivis FLP dengan 'lembut' memagari karyanya dari kontroversi 'dunia lain'.
Memastikan kisah Dewi Rengganis, sang putri dari Kerajaan Mahajapahit dengan semua mitosnya tidak menyebabkan pembaca terjebak pada kesyirikan. "Hanya beberapa saja yang pernah mengalami keganjilan-keganjilan. Aku pun sebenarnya ingin sekali tidak percaya, tapi... entahlah. Alam gaib memang ada. Tugas kita hanyalah berhati-hati dan menjaga keimanan kita." (Hlm. 220)
Menulis novel bukan menulis di ruang kosong. Harus ada ide yang bermain dan pesan moral yang dapat disimpulkan. Seperti karya sebelumnya, pemenang Islamic Book Award 2014 ini punya kekhasan dalam penuturan yang manis dan sedikit romantis. Setidaknya itu bisa pembaca nikmati melalui bait puisi atau lirik lagu yang sesekali menyelingi cerita.
Satu lagi kelebihan Rengganis adalah referensi bagi keindahan alam nusantara. Tentang betapa indahnya negeri ini. Hamparan sabana luas, sungai dengan air jernih, padang rumput gimbal, aneka pepohonan dan tumbuhan hutan serta segenap hewan yang mendiaminya. Indonesia adalah anugerah Sang Pencipta yang luar biasa keanggunannya dan sudah selayaknya menjadi tanggungjawab bersama untuk melestarikannya. Pesan ini yang sangat saya suka dari kisah perdakian Dewo, Nisa, Dimas, Rafli, Acil, Fathur, Sonia serta Ajeng.
Selamat Membaca! -
Selain 5 cm, Rengganis Altitude 3088 adalah novel pendakian yang saya baca. Akan tetapi, novel ini adalah novel pertama yang berisi sepenuhnya perjalanan pendakian, tidak ada cerita di luar perjalanan mereka. Dan sebuah cerita perjalanan yang bertemu alam (bukan manusia) itu bisa memicu kebosanan. Well, bagaimana tidak jika seisi novel itu isinya tulisan tentang pemandangan?
Selama perjalanan, novel ini terasa cukup datar. Hanya berisi interaksi kedelapan tokoh dalam melewati berbagai trek pendakian, yang dilengkapi pengetahuan berbagai macam hal, entah seputar selada air, tumbuhan jelantang, landasan pacu peninggalan Belanda, kata petilasan, dan lainnya. Semuanya berupa informasi baru bagi saya, tapi jadinya mirip buku pengetahuan.
Konflik baru mulai muncul di pertengahan, sekitar halaman 150an. Konflik itu pun tampak dengan samar-samar (mungkin karena tokohnya banyak ya?). Tapi, ketika konflik itu benar-benar pecah dan penggalan di kover belakang novel ini muncul, emosi saya benar-benar ikut terseret.
Secara keseluruhan, saya cukup suka dengan novel ini. Memang bukan tipe novel yang menyeret-nyeret emosi, tapi ada banyak wawasan serta adegan persahabatan yang saya nikmati. Meski saya harus banyak-banyak beristigfar ketika mencapai bagian-bagian penuh dengan unsur mistisnya (saya mirip Nisa, LOL). Sebuah bacaan yang menyenangkan. :)
Review lengkap silakan cek
di sini -
tidak sebagus dan se"intrik" takhta mahameru,tapi buat seorang penggemar hiking (yang belum kesampaian( sepertu saya, detail dan deskripsinya begitu memukau. serasa menjadi anggota tambahan dalam tim pendakinya dewo. konfliknya juga terasa alami,tidak dibuat2,dan tidak bertele2. walau masih menemukan kesalahan penulisan (halaman 199),tapi gak banyaklah.
sejauh ini worth it buat dibaca,jarang ada novel tema adventure yang di published akhir2 ini. kayaknya bakal jadi salah satu penggemar karya2 mbak yana (azzura dayana) nih,hehehe...
sudah 3 novel beliau yang khatam dibaca: takhta mahameru, ranu, dan rengganis.
sayang,dengar2 kabar terakhir beliau lagi menggarap buku tema diary ibu hamil. ayo mbak,buat lagi novel2 khas pecinta alamnya. saya nantikan. -
Pernah naik gunung? Terobsesi oleh gunung namun tidak ada cukup kekuatan untuk mewujudkannya? Mari kita menari, menjelajah rimba, mendaki puncak tertinggi dengan Rengganis: Altitude 3088.
Azzura Dayana pandai memainkan kata. Rengganis: Altitude 3088 adalah karya pertamanya yang saya baca. Saya tertarik dengan legenda Dewi Rengganis yang menjadi ide utama novel ini. Selebihnya, segala tentang pendakian adalah magnet yang membawa saya untuk merampungkan membaca buku ini hanya dalam waktu satu malam.
selengkapnya bisa dilihat di
https://www.facebook.com/notes/noura-... -
seruu,,keren,,,menengangkan...
ikut merinding saat para pendaki mengalami hal mistis, ikut meringis saat tokohnya mengalami luka.
walau belum pernah mendaki satu gunungpun,,,keculai bromo,,hehe... bisa membayangkan bagaimana track yang dilalui.
tetap menarik walau tidak ada kisah cinta antar tokoh seperti di Tahta Mahameru,,,
resensi lebih nya..menyusul :) -
Ini real cerita tentang pendakian, bukan seperti 5cm yang pendakian menjadi 'background'nya saja.
Untuk seleraku, cara bertuturnya kurang menohok. Terlalu apa adanya.
But, cukup memberi pengetahuan tentang pendakian terutama untuk yang lagi ngidam pengin 'muncak' seperti aku :D -
Selalu suka baca cerita dengan latar belakang alam, petualangan, traveling, dll. Ini salah satunya yg bisa masuk list. Bahasanya masih terlalu kaku menurutku, terutama bagian percakapan antar tokohnya. Tapi alurnya menarik dan ceritanya cukup simple dan tidak bertele-tele :)
-
Cantik... manis. Tapi aku suka yang Takhta Mahameru
-
From this novel, i want to read hiking experience from the author. And from this i hope i can understand all about argopura mountain