Grasp Geger Pacinan 17401743: Persekutuan TionghoaJawa Melawan VOC Sketched By Daradjadi Depicted In Electronic Format

on Geger Pacinan 17401743: Persekutuan TionghoaJawa Melawan VOC

ini mencoba mengangkat satu kisah aliansi antara Tionghoa dengan Jawa melawan VOC Belanda pada tahunhinggayang seolah dilupakan dalam sejarah nasional.


Perang Sepanjang atau Perang Kuningadalah perang terbesar yang pernah dihadapi VOC, Perang ini meletus dari Batavia sampai ujung timur pulau Jawa, tak luput pedalaman Mataram yang saat ini menjadi wilayah Yogyakarta, Surakarta hingga Malang.


Perang ini dipengaruhi oleh pembantaian Tionghoa di Batavia selama tiga hari pada Oktoberyang memakan korban hinggaribu jiwa.
Orangorang Tionghoa yang selamat melarikan diri ke arah Timur dan di sana mereka bergabung dengan orangorang Jawa Mataram yang sementara itu juga sudah tidak senang dengan tingkah Kompeni.


Dalam masa perang tersebut terjadikali perebutan singgasana Mataram yang sempat berubah aliansi, Selain pasukan Tionghoa yang dipimpin oleh Kapitan Sepanjang dan Pasukan Jawa yang dipimpin oleh Sunan Kuning terlibat pula pasukanpasukan luar Jawa yaitu Madura dan Bugis.


Daradjadi menggambarkan perang Sepanjang dalam buku ini secara kronik, sarat dengan catatancatatan yang berasal dari sumber primer.
Daradjadi berhasil menyajikan perspektif hubungan orang JawaTionghoa yang hidup berdampingan,

Belajar dari Perang Sepanjang inilah Permerintah kolonial Belanda melakukan pemisahan orang Jawa dan Tionghoa untuk mencegah terjadinya koalisi yang dapat melawan Belanda di masa selanjutnya.

Secara umum, yang ingin diceritakan oleh buku ini ialah seputar perjuangan kaum Tionghoa dan pribumi Jawa Kerajaan Mataram melawan kekuatan pasukan VOC Kompeni Belanda di masa pertengahan abad ke.
Perlawanan terhadap Kompeni ini merupakan upaya pembalasan setelah sebelumnya Kompeni membantai ribuan warga etnis Tionghoa yang ada di
Grasp Geger Pacinan 17401743: Persekutuan TionghoaJawa Melawan VOC Sketched By Daradjadi  Depicted In Electronic Format
Batavia di tahun.
Mereka kaum Tionghoa yang selamat dari pembantaian tersebut kemudian menyebar menyelamatkan diri dan menghimpun kekuatan untuk membalas, Mereka kemudian memasuki wilayahwilayah Kerajaan Mataram yang menguasai sebagian besar Pulau Jawa di saat itu, Aliansi pun terbentuk karena di saat yang bersamaan Mataram mulai merasa jengah atas keberadaan Kompeni di tanah Jawa.
Perlawanan kaum Tionghoa amp JawaMataram terhadap Kompeni pun berkobar di berbagai tempat di Pulau Jawa, Perlawanan ini pun dianggap sebagai salah satu perlawanan terbesar selama Kompeni berkuasa di Nusantara,

Dalam buku ini, kita pun akan menemukan penjelasanpenjelasan sejarah mengenai latar dan dinamika sosioekonomibudaya dari etnis Tionghoa di Jawa yang datang dari dataran Tiongkok, motivasi dan sepak terjang monopoli perdagangan yang dilakukan oleh VOC Kompeni, hingga dinamika politik dan kekuasaan di Kerajaan Mataram.
Hal lain yang juga menarik adalah penjelasan sejarah tentang interaksi dan persekutuan antar etnis Tionghoa dan Jawa yang diiringi oleh upayaupaya Kompeni untuk memecah belah kedua kelompok ini.


Buku yang menarik seputar tema sejarah kolonialisme di Nusantara dan bagaimana dinamika masyarakat multi etnis yang ada di Nusantara saat itu berhimpun dan bersatu untuk melakukan perlawanan.


Tokohtokoh penting dalam kisah ini antara lain Kapiten Sepanjang Khe Panjang / Tan Way Soey Pemimpin Laskar Tionghoa, Raden Mas Garendi Sunan Kuning / Amangkurat V, Sunan Pakubuwono II Raja Mataram berkuasa, Raden Mas Said dan Pangeran Mangkubumi Bangsawan Mataram, Adriaan Valckenier Gubernur Jendral VOC saat terjadi pembantaian etnis Tionghoa di Batavia, dan Hugo Verijsel Pimpinan Militer VOC.
dll
Buku yang bagus mengenai kemelut Jawa pada abad ke, tapi sepertinya pak Daradjadi tidak konsisten dalam menulisnya, di BAB V Pasang Surut Kerajaan Mataram ditulis Pakubuwana I memakai gelar Sultan, padahal kalau kita lihat sejarahnya, semenjak Sultan Agung tidak ada lagi raja Mataram yang memakai gelar Sultan sampai Sultan Hamengkubuwana I.
Kenapa well, ini bisa di trace kepada utusan Mataram ke Mekkah pada abad ke, mereka menaiki kapal Inggris bernama Reformation milik Cartwright, namun kapal itu ditenggelamkan kompeni sebelum mencapai destinasinya.
Semenjak itu tak ada lagi utusan Mataram ke Mekkah, karena perutusan itu mahal, Berarti syarif Mekkah tidak lagi memberikan gelar Sultan pada raja raja Mataram, Ya, pada awalnya perlu ke Mekkah agar mendapat gelar Sultan, tapi setahu saya kebanyakan Kesultanan sekarang tidak perlu kesana.
saya menemukan bukti sejarah bahwa masyarakat cina sudah akrab dengan masyarakat nusantara jauh sebelum bangsa kulit putih masuk ke nusantara.
buku ini sangat bagus untuk memberitahu sebagian dari sejarah tentang persaudaraan antara masyarakat cina dan masyarakat nusantara, semoga dapat mengurangi pengaruh rasisme yang sengaja dibentuk oleh VOC dan berkembang hingga sekarang Walaupun ada beberapa typo, buku ini cukup menyeluruh membahas perkembangan masyarakat Tionghoa di nusantara, khususnya di Jawa.
Saya sebagai anak Betawi campuran Tionghoa dan Jawa, sangat merasa terhubung dengan 'akar' kebudayaan saya,

Saya pun sangat setuju pada prolog, bahwa banyak masyarakat kita yang hanya berpandangan sempit pada sisi negative Sebagai pembaca buku sejarah, saya menilai buku ini perlu untuk dibaca.
Berguna untuk melihat kenyataan bahwa bangsa Tionghoa yang pada masa lalu mengembara hingga memutuskan untuk menetap di Indonesia, dari dataran Tiongkok sana, memiliki banyak sekali pengaruh pada kehidupan, bahkan kemajuan, masyarakat di negeri kita.
Bagaimana pengaruh mereka yang menguntungkan bagi bangsa ini, juga sudah disadari oleh para rajaraja Jawa dan bangsa penjajah kita.


Bangsa Tionghoa datang ke Indonesia, menyebarkan pengaruh dagangannya serta ilmunya kepada masyarakat Indonesia, jawa pada khususnya, melalui jalan perdagangan sehingga semenjak awal kedatangannya, kerukunan sudah terbentuk antara Tionghoa dan Jawa yang pada saat itu menjadi daerah paling strategis dan menjadi tujuan kedatangan pengembara dari dataran Tiongkok.
Akulturasi pun terjadi dengan toleransi satu sama lain, al ini sangat berbeda dengan ketika bangsa Belanda, datang ke Indonesia, yang menyebarkan pengaruhnya melalui jalan eksploitasi, Puncaknya ialah ketika terjadi pembantaian besarbesaran yang dilakukan kompeni oleh bangsa Tionghoa, masyarakat Tionghoa dan Jawa berjuang satu sama lain untuk melawan.
Persatuan mereka yang membuat pihak kompeni kewalahan pun menjadi salah satu ancaman sehingga menjadi salah satu hal yang menguatkan kompeni untuk menjalankan politik untuk memecah belah bangsa Tionghoa dan nusantara.
Menyusul pembantaian massal orang Tionghoa oleh Belanda di Batavia pada tahun, laskar Tionghoa yang didukung bala tentara Jawa menyerang balik posisiposisi VOC.
Perang balas dendam ini kemudian disebut Perang Sepanjang atau Geger Pacinan, yang berlangsung antara,

Laskar Tionghoa dipimpin Kapitan Sepanjang dari Batavia dan Tan Sin Ko alias Singseh dari Jawa bagian tengah.
Pasukan Jawa dipimpin Sunan Amangkurat V alias Raden Mas Garendi dan Raden Mas Said alias Pangeran Sambernyowo, yang kelak menjadi Mangkunegara I.
Perang yang dimulai di daerah Gandaria di pinggiran Batavia kemudian membakar hampir seluruh wilayah pantai utara dan pedalaman Jawa, hingga ke Pasuruan di ujung timur Jawa.


Inilah perang di Jawa zaman VOC yang terbesar yang mempunyai cakupan wilayah terluas, Sebuah epos yang dilatarbelakangi hubungan sosial yang cair antara golongan Tionghoa dan Jawa, atmosfer keakraban yang perlu dilestarikan dalam usaha penciptaan keIndonesiaan yang multikultural.


Dalam bukunya ini Daradjadi menyegarkan kembali ingatan kita pada Geger Pacinan, potongan mozaik sejarah Nusantara yang selama ini terlupakan.